Google

Senin, 23 Juni 2008

Hubungan dengan China Membaik, Taiwan Latihan Perang


Senin, 23 Juni 2008 15:57 WIB
TAIPEI, SENIN - Taiwan memulai latihan perang tahunan dengan simulasi komputer Senin (23/6) untuk mengantisipasi kemungkinan invasi militer China. Latihan perang tersebut diselenggarakan meskipun hubungan China dan Taiwan membaik belakangan.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan Lisa Chi menerangkan latihan perang Hankuang itu akan berlangsung selama 5 hari. Namun, Lisa Chi menolak memberikan keterangan rinci latihan perang itu.
Direktur pelatihan militer Taiwan, Mayor Jenderal Huan Kun-tsung, menerangkan Maret lalu bahwa latihan perang dengan simulasi komputer itu bertujuan sama dengan latihan perang sebelumnya untuk memfokuskan diri pada ancaman serangan serangan militer China ke Taiwan. Huan Kun-tsung menjelaskan latihan militer secara ekstensif akan diselenggarakan September mendatang.
Harian Taiwan, United Daily News dan Apple Daily melaporkan bahwa simulasi komputer tahun ini memeragakan skenario pada tahun 2009 saat Taiwan kehilangan pertahanan laut dan udaranya dari pasukan China sehari setelah invasi. Skenario itu mensimulasikan pertempuran militer Taiwan melawan pasukan China yang melancarkan invasi. Presiden Ma Ying-jeou dilaporkan berperan untuk pertama kalinya dalam latihan perang itu sebagai panglima perang.
Menurut kementerian pertahanan Taiwan, skenario 2007 mensimulasikan invasi mendadak pada tahun 2012 dengan serangan dari pasukan angkatan udara China. Latihan perang itu difokuskan pada per tahanan udara dan laut Taiwan terhadap serangan militer China.
Dalam latihan perang itu, Taiwan berhasil menyelamatkan sebagian besar personil dan perlengkapan militer saat mengalami kesulitan menghadapi serangan dari beberapa kapal selam China. Latihan perang tahun ini yang memasuki tahun ke-24 dimulai satu bulan setelah pelantikan Presiden Ma Ying-jeou, yang berjanji meningkatkan hubungan Taiwan dan China yang sempat menemui ketegangan.
Presiden Ma Ying-jeou berupaya mencapai kesepakatan damai China dan Taiwan. Di bawah pemerintahan Ma Ying-jeou, Taiwan telah melanjutkan perundingan formal dengan China awal bulan ini setelah perundingan damai itu menemui kebuntuan hampir 10 tahun.
Lewat perundingan tersebut, China dan Taiwan mencapai kesepakatan untuk memperluas kerjasama di bidang pariwisata dan penerbangan carter. Taiwan dan China terpecah pada perang sipil tahun 1949.
Beijing hingga kini mengklaim Taiwan sebagai bagian wilayah teritorialnya. Beijing mengancam akan menggempur Taiwan dengan serangan militer apabila negara pulau itu berusaha memisahkan diri secara permanen dengan mendeklarasikan kemerdekaan.
Hubungan Taiwan dan China sempat menemui ketegangan dalam 8 tahun terakhir saat Chen Shu- bian menjabat sebagai presiden Taiwan. Chen Shu- bian terkadang memancing amarah China lewat pernyataan tentang dukungannya terhadap kemerdekaan resmi Taiwan.

Dibutuhkan Darurat, 6.000 Tentara di Afganistan


Senin, 23 Juni 2008 11:36 WIB
BERLIN, SENIN - Hingga 6.000 tentara tambahan dibutuhkan secara darurat di Afganistan untuk mempersingkat kehadiran pasukan Barat di negara tersebut. Perwakilan militer Jerman di Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Jenderal Egon Ramms menyatakan NATO harus menanggung anggaran militer yang membengkak apabila tidak segera meningkatkan kehadiran militernya.
"Kami membutuhkan 5.000 hingga 6.000 tentara saat ini juga, karena kami perlu menguasai wilayah tertentu bagi warga Afganistan dan karena pada tahun 2010, 2011 atau 2012, kami akan menyerahkan kekuasaan kepada pasukan Afganistan," jelas Ramm.
Sekitar 60.000 tentara asing berada di Afganistan, sebagian besar diantaranya adalah Pasukan Pendukung dan Keamanan Internasional pimpinan NATO, ISAF. Namun kondisi keamanan di Afganistan telah memburuk dalam 2 tahun terakhir.
Sekitar 6.000 tentara tewas selama tahun 2007 di Afganistan. Jumlah pasukan yang tewas itu merupakan yang terbesar sejak pasukan koalisi pimpinan AS dan pasukan Afganistan berupaya menggulingkan milisi Taliban.
"Dengan tidak adanya pasukan tambahan itu, maka misi pasukan NATO dan ISAF akan tertunda," kata Ramms. "Dengan kata lain, anggaran militer yang belum dilunasi saat ini akan berdampak negatif dalam berbagai hal," jelasnya.
Dalam wawancara dengan radio Jerman Deutschlandfunk, Ramms menolak menjelaskan berapa banyak pasukan tambahan Jerman yang dibutuhkan untuk dikerahkan ke Afganistan dari batas maksimum 3.500 personil.
Mandat parlemen bagi operasi pasukan Jerman di Afganistan dijadwalkan berakhir pada Oktober mendatang. Menteri Pertahanan Jerman Franz Josef Jung dijadwalkan mengajukan penambahan pasukan hingga mencapai 1.000 personil.